Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sosiolinguistik : Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur


    PENDAHULUAN


    A. Latar Belakang

    Dalam setiap komunikasi, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan maupun emosi secara langsung. Maka, dalam setiap peroses komunikasi itu terjadilah peristiwa tutur dan tindak tutur dalam satu situasi tutur.


    Peristiwa tutur merupakan peristiwa sosial karena menyangkut pihak-pihak yang bertutur dalam satu situasi dan tempat tertentu. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaiyan dari sejumlah tindak tuturyang terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan. Kalau peristiwa tutur ini merupakangejalah sosial, maka tindak tutur merupakan gejalah individual, bersifat pisikologis, dan berlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Kalau peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan peristiwanya, maka dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.

    B. Rumusan Masalah

                Dari pemaparan latar belakang singkat di atas, maka rumusan masalahnya yaitu:

    1.      Apakah yang dimaksud dengan peristiwa tutur?

    2.      Apa sajakah yang dirumuskan dalam tindak tutur?

    3.      Apa sajakah yang termasuk dalam kajian pragmatik?

    C. Tujuan Masalah

                Adapun tujuan masalahnya, yakni:

    1.      Untuk mengetahui tentang peristiwa tutur.

    2.      Untuk mengetahui yang dirumuskan dalam tindak tutur.

    3.      Agar mengetahui tentang kajian pragmatik.

    PEMBAHASAN


    A. Peristiwa Tutur

    Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, dan situasi tertentu. Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990):

    S  = (Setting and scene)

    P  = (Participants)

    E  = (Ends: purpose and goal)

    A  = (Act sequences)

    K  = (Key: tone or spirit of act)

    I  = (Instrumentalites)

    N  = (Norms of interaction and interpretation)

    G  = (Genres)

                Setting and scenesetting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Scene pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.

    Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan).

    Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.

    Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran yang berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunanya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.

    Key mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan, dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

    Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Juga mengacu pada kode ujaran, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.

    Noam of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, berinterupsi, bertanya.

    Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, dan doa.

    B. Tindak Tutur

                Peristiwa tutur terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada suatu proses, yakni proses komunikasi. Istilah dan teori mengenai tindak tutur diperkenalkan oleh J.L. Austin seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1956. Kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1956) dengan judul How to do Thing With Word? Tetapi baru terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in The Philosophy of Language.

    Menurut tata bahasa ada tiga jenis kalimat, yaitu:

    1.      Kalimat Deklaratif

    Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, tidak usah melakukan apa-apa, sebab maksud si pengujar hanya untuk memberitahukan saja.


    2.      Kalimat Interogatif

    Kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang mendengar kalimat itu untuk memberi jawaban secara lisan.

    3.      Kalimat Imperatif

    Kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya meminta agar si pendengar atau yang mendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang diminta.

    Austin (1962) membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan kalimat performatif. Kalimat konstatif adalah kalimat yang berisi pernyataan belaka. Kalimat performatif adalah kalimat yang berisi perlakuan. Jumlah kalimat performatif dalam suatu bahasa secara relatif tidak banyak dan mempunyai pola dan norma tertentu. Kalimat performatif harus memebuhi persyaratan, yaitu:

    a.    Ucapanya harus dilakukan oleh orang tertentu yang ditunjuk;

    b.    Urutan peristiwanya sudah baku;

    c.    Yang hadir dalam upacara tersebut harus turut serta;

    d.   Upacara itu harus dilakukan secara lengkap.

                Kalimat performatif ini lazim digunakan dalam upacara pernikahan, perceraian, kelahiran, kematian, keagamaan, kenegaraan, kemiliteran, dan peresmian seminar. Kalimat performatif secara eksplisit artinya dengan menghadirkan kata-kata yang mengacu pada pelaku seperti saya dan kami. Secara implisit adalah yang tanpa menghadirkan kata-kata yang menyatakan pelaku, ada pihak yang meminta agar kita melakukan apa yang dimintanya.

    Austin (1962:150-163) membagi kalimat performatif menjadi lima kategori, yaitu:

    1)        Kalimat verdikatif yakni kalimat perlakuan yang menyatakan keputusan atau penilaian;

    2)        Kalimat eksersitif yakni kalimat perlakuan yang menyatakan perjanjian, nasihat, peringatan.

    3)        Kalimat komisif yakni kalimat perlakuan yang dicirikan dengan perjanjian, pembicara berjanji dengan Anda untuk melakukan sesuatu.

    4)        Kalimat behatitif adalah kalimat perlakuan yang berhubungan dengan tingkah laku sosial karena seseorang mendapat keberuntungan atau kemalangan.

    5)        Kalimat ekspositif adalah kalimat perlakuan yang memberi penjelasan keterangan atau perincian kepada seseorang.

    Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (1962:100-102) dirumuskan menjadi:

    1)        Tindak Tutur Lokusi

    Merupakan tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.

    2)        Tindak Tutur Ilokusi

    Merupakan tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit, berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.

    3)        Tindak Tutur Perlokusi

    Merupakan tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain itu.

    Austin (1962) melihat tindak tutur dari pembicara, maka Searle (1965) melihat tindak tutur dari pendengar. Mengapa demikian? Karena menurut beliau, tujuan pembicara atau penutur sukar diteliti; sedangkan interprestasi lawan bicara atau pendengar mudah dilihat dari reaksi-reaksi yang diberikan terhadap ucapan-ucapan pembicara.

    Dilihat dari konteks tindak tutur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

    a.    Tindak tutur langsung

    Mudah dipahami oleh si pendengar karena ujarannya berupa kalimat-kalimat dengan makna lugas.

    b.   Tindak tutur tidak langsung

    Hanya dapat dipahami oleh si pendengar yang sudah cukup terlatih dalam memahami kalimat-kalimat yang bermakna konteks situasional.

    C. Tindak Tutur dan Pragmatik

    Tindak tutur sebenarnya merupakan salah satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah pragmatik. Kajian pragmatik adalah deiksis, presuposisi dan implikatur percakapan. Dengan ketiga kajian itu pragmatik lazim diberi defenisi “Telaah mengenai hubungan di antara lambang dengan penafsiran” (Purwo, 1990:15). Yang dimaksud dengan lambang adalah suatu ujaran, entah berupa satu kalimat atau lebih, yang “membawa” makna tertentu, yang di dalam pragmatik ditentukan atas hasil penafsiran si pendengar.

    Pragmatik menelaah hubungan lambang dengan penafsirannya, maka ada bedanya pragmatik itu dengan semantik. Keduanya memang menalaah tentang makna. Kalau pragmatik menelaah makna menurut tafsiran pendengar, semantik menelaah makna dalam hubungan antar lambang dengan objeknya atau referensinya.

    Deiksis adalah hubungan antara kata yang digunakan di dalam tindak tutur dengan referen kata yang tidak tetap atau dapat berubah dan berpindah. Kata-kata yang berkenaan dengan persona (pronomina), tempat, dan waktu.

    Presuposisi adalah makna atau informasi “tambahan” yang terdapat dalam ujaran yang digunakan secara tersirat. Jadi, di dalam ujaran tersebut selain mendapat makna “asal” yang tersirat dalam ujaran itu, terdapat pula makna lain yang hanya bisa dipahami secara tersirat.

    Implikatur percakapan adalah adanya keterkaitan antara ujaran-ujaran yang diucapkan antara dua orang yang sedang bercakap-cakap, tidak tampak secara literal, tetapi hanya dipahami secara tersirat.

    PENUTUP


    A. Simpulan

    Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, dan situasi tertentu.

                S  = (Setting and scene)

    P  = (Participants)

    E  = (Ends :purpose and goal)

    A  = (Act sequences)

    K  = (Key : tone or spirit of act)

    I  = (Instrumentalites)

    N  = (Norms of interaction and interpretation)

    G  = (Genres)

    Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (1962:100-102) dirumuskan menjadi:

    1Tindak Tutur Lokusi

    Merupakan tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.

    2. Tindak Tutur Ilokusi

    Merupakan tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit, berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.

    3. Tindak Tutur Perlokusi

    Merupakan tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain itu.

    Mr. Nadi Nama lengkap dari Mr. Nadi adalah Rahmat Isnadi. Iya merupakan aulumni Pendidikan Bahasa Inggris IAIN Bone. Ia lahir pada 03 Nevember 1994. sekarang mengajar di tempat Kursus New English Course NEC.

    Posting Komentar untuk "Sosiolinguistik : Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur"